
Tradisi Maulid sebagai Wujud Kecintaan pada Rasulullah SAW
Perayaan Maulid atau Maudu dilaksanakan setiap tahun di bulan Rabiul Awwal atau bulan ketiga berdasarkan Kalender Hijriah. Kegiatan ini merupakan perpaduan unsur budaya dan ritual keagamaan untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam.
Tidak Pernah Alpa
Perayaan Maulid sudah menjadi tradisi dan dalam perayaannya setiap daerah memiliki cara tersendiri sesuai budaya yang berlaku. Di Desa Cikoang, Kabupaten Takalar, misalnya. Perayaan Maulid disebut Maudu Lompoa dan kegiatan ini merupakan tradisi termegah yang membutuhkan prosesi selama 40 hari dan dilakukan sebagai wujud kecintaan masyarakat kepada Nabi Muhammad.
Konon tradisi turun temurun yang berawal dari ritual yang dilakoni Sayyid Djalaluddin (penyebar agama Islam di muara Sungai Cikoang) ini sudah dilakukan sejak tahun 1621, tanpa pernah alpa sedikitpun. Ritual Maudu Lompoa tidak hanya berlangsung sehari saja. Selama 40 hari sebelumnya prosesi ini harus dilaksanakan.
Hidangan khas pada puncak acara Maudu Lompoa adalah Nasi Pamatara (setengah matang) dengan lauk yang didominasi ayam kampung dan telur warna-warni penuh hiasan bunga kerta dan male (kertas minyak yang digunting menyerupai tubuh manusia). Dibutuhkan waktu cukup lama untuk memasak makanan khas ini, karena ayam kampung yang digunakan bukanlah ayam sembarangan. Ayam harus dikurung selama 40 hari di tempat yang bersih dan diberi makan beras yang bagus. Hidangan Maudu Lompoa kemudian dikumpulkan di sebuah rumah panggung yang disiapkan di pinggir Suangi Cikoang atau ditempatkan di atas perahu saat acara puncak.
Banyaknya isi bakul disesuaikan jumlah keluarga setiap rumah. Wajibnya, untuk satu orang harus dipotongkan satu ayam dan dimasakkan satu gantang (empat liter) beras. Sedangkan jumlah telur yang dihias, tergantung kemampuan masing-masing keluarga. Minimalnya berjumlah 20 butir, sehingga pada hari H-nya nanti jumlahnya bisa mencapai ribuan.
Pembacaan Barzanji
Di Makassar, perayaan Maulid dilaksanakan di sejumlah mesjid dan Lapangan Karebosi, seperti yang terjadi pada hari Rabu, 10 Maret 2010, yang dihadiri oleh ribuan jemaah. Acara ini juga disaksikan langsung oleh Imam Besar Cape Town Afrika Selatan, Syekh Muhammad Adam Imam, bersama konsulta Jenderal RI Cape Town, Afrika Selatan, Dharmaginta Thanos. Dalam perayaan itu, masyarakat Makassar membawa hidangan Songkolo yang terbuat dari beras ketan dalam sebuah wadah dan diberi hiasan telur sebagai pemanis.
Ceramah dari seorang ustadz dan pembacaan Barzanji massal oleh ribuan hadirin berpakaian putih, ikut mengisi acara tradisi Maulid ini. Barzanji adalah kitab sastra yang berisi sejarah Nabi Muhammad, mulai dari kelahiran hingga wafatnya.
Meski bentuk perayaan agak berbeda, namun sebenarnya intinya tetap sama yaitu meneladani kepribadian dan mencintai Rasullullah (Nabi Muhammad SAW) sebagai rahmatan lill’alamin (pembawa rahmat bagi seluruh alam).
Tidak Pernah Alpa
Perayaan Maulid sudah menjadi tradisi dan dalam perayaannya setiap daerah memiliki cara tersendiri sesuai budaya yang berlaku. Di Desa Cikoang, Kabupaten Takalar, misalnya. Perayaan Maulid disebut Maudu Lompoa dan kegiatan ini merupakan tradisi termegah yang membutuhkan prosesi selama 40 hari dan dilakukan sebagai wujud kecintaan masyarakat kepada Nabi Muhammad.
Konon tradisi turun temurun yang berawal dari ritual yang dilakoni Sayyid Djalaluddin (penyebar agama Islam di muara Sungai Cikoang) ini sudah dilakukan sejak tahun 1621, tanpa pernah alpa sedikitpun. Ritual Maudu Lompoa tidak hanya berlangsung sehari saja. Selama 40 hari sebelumnya prosesi ini harus dilaksanakan.
Hidangan khas pada puncak acara Maudu Lompoa adalah Nasi Pamatara (setengah matang) dengan lauk yang didominasi ayam kampung dan telur warna-warni penuh hiasan bunga kerta dan male (kertas minyak yang digunting menyerupai tubuh manusia). Dibutuhkan waktu cukup lama untuk memasak makanan khas ini, karena ayam kampung yang digunakan bukanlah ayam sembarangan. Ayam harus dikurung selama 40 hari di tempat yang bersih dan diberi makan beras yang bagus. Hidangan Maudu Lompoa kemudian dikumpulkan di sebuah rumah panggung yang disiapkan di pinggir Suangi Cikoang atau ditempatkan di atas perahu saat acara puncak.
Banyaknya isi bakul disesuaikan jumlah keluarga setiap rumah. Wajibnya, untuk satu orang harus dipotongkan satu ayam dan dimasakkan satu gantang (empat liter) beras. Sedangkan jumlah telur yang dihias, tergantung kemampuan masing-masing keluarga. Minimalnya berjumlah 20 butir, sehingga pada hari H-nya nanti jumlahnya bisa mencapai ribuan.
Pembacaan Barzanji
Di Makassar, perayaan Maulid dilaksanakan di sejumlah mesjid dan Lapangan Karebosi, seperti yang terjadi pada hari Rabu, 10 Maret 2010, yang dihadiri oleh ribuan jemaah. Acara ini juga disaksikan langsung oleh Imam Besar Cape Town Afrika Selatan, Syekh Muhammad Adam Imam, bersama konsulta Jenderal RI Cape Town, Afrika Selatan, Dharmaginta Thanos. Dalam perayaan itu, masyarakat Makassar membawa hidangan Songkolo yang terbuat dari beras ketan dalam sebuah wadah dan diberi hiasan telur sebagai pemanis.
Ceramah dari seorang ustadz dan pembacaan Barzanji massal oleh ribuan hadirin berpakaian putih, ikut mengisi acara tradisi Maulid ini. Barzanji adalah kitab sastra yang berisi sejarah Nabi Muhammad, mulai dari kelahiran hingga wafatnya.
Meski bentuk perayaan agak berbeda, namun sebenarnya intinya tetap sama yaitu meneladani kepribadian dan mencintai Rasullullah (Nabi Muhammad SAW) sebagai rahmatan lill’alamin (pembawa rahmat bagi seluruh alam).
Posting Komentar